Pendidikan KARAKTER agar Peserta didik menjadi PUNCAK

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan bahwa guru harus dapat melaksanakan pembelajaran yang mengarahkan peserta didiknya secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan lainnya yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pada hakekatnya, Pendidikan karakter tersebut didefinisikan sebagai usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Pendidikan Karakter harus selalu diajarkan, dijadikan kebiasaan, dilatih secara konsisten dan kemudian barulah menjadi karakter bagi peserta didik.

Guru sangat berperan dalam penguatan pendidikan karakter bagi anak didiknya, dimana guru harus mencontohkan apa yang disampaikan dan akan ditiru oleh anak didiknya. Keteladanan yang dicontohkan oleh guru akan memudahkan penerapan nilai-nilai karakter bagi peserta didik. Guru adalah seorang yang digugu dan ditiru. Di gugu diartikan adalah apa saja yang disampaikan oleh guru, baik lisan maupun tulisan dapat dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh semua peserta didik. Sedangkan ditiru artinya sebagai seorang guru harus menjadi suri tauladan dalam setiap perbuatannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru dijadikan panutan dan teladan bagi semua anak didiknya.

Pada kondisi sekarang ini dimana meningkatnya kekerasan di kalangan masyarakat, penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk oleh peserta didik, semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan kelompok, membudayanya kebohongan, dan adanya rasa saling curiga dan kebencian antar sesama menjadikan Pendidikan karakter menjadi satu hal prioritas yang harus selalu dikuatkan. Pada hakikatnya, pendidikan karakter  diharapkan dapat membentuk manusia secara utuh yang berkarakter selain untuk membentuk pembelajar sepanjang hayat, yang sejatinya akan mampu mengembangkan  semua potensi  peserta didik secara  seimbang (spiritual, emosional, intelektual, sosial, dan jasmani) dan juga secara optimal.  Hal ini menjawab pendapat yang selama ini mengemuka bahwa pendidikan  hanya memberi penekanan dan berorientasi  pada “aspek akademik” saja dan tidak mengembangkan aspek sosial, emosi, kreativitas, dan bahkan motorik. Peserta didik hanya dipersiapkan untuk dapat nilai bagus, namun mereka tidak dilatih untuk bisa hidup.

Sejatinya, hal ini dapat terwujud apabila penguatan pendidikan karakter ini terprogram dan terencana secara baik, misalnya penguatan pendidikan karakter berbasis kelas, seharusnya sudah dapat diimplementasikan oleh setiap guru pada saat pembelajaran berlangsung. Pembiasaan dan penumbuhan nilai yang baik akan dapat diserap oleh peserta didik dalam pembelajaran tersebut. Dalam implementasinya, selain berbasis kelas, penguatan pendidikan karakter bisa dilaksanakan dengan berbasis sekolah, berbasis keluarga dan berbasis masyarakat. Pada penguatan pendidikan berbasis sekolah, sekolah tidak hanya diartikan sebagai tempat belajar, namun sekaligus  dijadikan juga tempat memperoleh peningkatan karakter bagi peserta didik yang merupakan bagian terpenting dari pendidikan karakter itu sendiri, dengan kata lain sekolah bukanlah sekedar tempat “transfer knowledges” namun juga lembaga yang berperan dalam proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai yang baik.  Di samping itu sekolah bertanggung jawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam karakter dan kepribadian.

Sementara untuk penguatan pendidikan karakter yang berbasis keluarga, dapat dilaksanakan dengan menjadikan keluarga dan rumah tangga sebagai lingkungan pembentukan watak dan karakter pertama dan utama bagi peserta didik sehingga keluarga / rumah tangga dijadikan sebagai “school of love” tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang serta tempat pertama penyemaian nilai-nilai kebaikan serta  prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan sehingga diharapkan peserta didik telah memiliki potensi dan bekal yang memadai untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah.

Dalam rangka untuk memberikan nilai positif bagi peserta didik maka pelaksanaan penguatan pendidikan karakter perlu disupport oleh keteladanan, pengajaran dan penguatan. Dari sisi keteladanan, dimana guru,  orang tua atau anggota masyarakat dapat menjadi panutan / model positif bagi peserta didik,  sedangkan dari sisi pengajaran, guru dan keluarga mengajarkan karakter / nilai-nilai yang baik serta menggabungkan pengetahuan akademik dengan nilai-nilai kearifan lokal, dan yang lebih penting juga dari sisi penguatan dimana sekolah dan keluarga harus dapat meningkatkan atau memperkuat karakter dan nilai – nilai yang baik dengan kegiatan pendukung di luar sekolah,  di luar  rumah, maupun dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pada dasarnya, penguatan Pendidikan karakter bermuara kepada terbentuknya peserta didik yang memiliki keselarasan dan keseimbangan antara pengetahuan akademik, sikap / prilaku yang baik dan ketrampilan. Semoga dengan selalu melakukan penguatan Pendidikan karakter akan menghasilkan peserta didik yang tidak hanya mempunyai pengetahuan akademik yang baik tetapi juga memiliki  karakter yang berkualitas.